Djoeragan Angkringan

Sudah satu bulan ini saya buka angkringan di Surabaya. Alhamdulillah diberi kemudahan dan kelancaran usaha. 

Sebenarnya sudah bertahun yang lalu saya memimpikan mempunyai angkringan sendiri tapi baru terwujud sekarang. Angkringan saya ini ya seperti layaknya angkringan yang ada di Yogyakarta. Dengan gerobak yang khas dan tiga tekonya yang juga khas. 

Hal yang agak sulit adalah tentang penentuan lokasi. Berawal dari keinginan mempertahankan kekhasan angkringan yang ada di pinggir jalan. Biasanya ada di trotoar atau di emperan toko. Nah, lokasi yang seperti itu susah banget dicari di sekitar tempat tinggal saya. Nyari sani-sini akhirnya ketemu suatu tempat yang lumayan representatif.

Seperti diketahui, setiap tempat pasti ada penguasanya. Baik yang berseragam atau tidak. Utamakan yang tidak berseragam dulu. Kalau sudah beres tinggal ngurus yang berseragam/resmi. Urusan dengan yang tidak berseragam itu gampang-gampang susah. Gampang ketika kita bisa langsung menangkap maksud tersembunyi dari setiap kata yang dilontarkan oleh yang bersangkutan. Susah kalau kita tidak segera nyambung dengan maksud dia/mereka. Akhirnya ngotot-ngototan dan ujungnya kita tidak diperbolehkan dagang di situ. Kalau yang urusan resmi relatif lebih mudah. Tinggal masukkan surat/sejenisnya, nunggu tanggapan, bisa/tidak. Jika butuh jawaban cepat biasanya selipkan uang untuk beli rokok/kopi

Waktu saya tanya-tanya sebenarnya siapa sih penguasa tidak resminya jalan ini. Setelah ketemu ternyata orangnya adalah teman ngopi saya. Alhamdulillah lancar jaya tanpa harus urusan macam-macam. Kemudian yang urusan resmi saya tembusi ke RT dan pihak kampus, karena kebetulan tempatnya bersebelahan dengan kampus. Beres semua karena buah seringnya saya nongkrong di warung dan membuat ulah di kampus. Jadi sudah kenal duluan dengan orang-orang itu.

Perijinan beres maka berdirilah angkringan itu. Untuk membantu jaganya saya minta tolong teman saya. Alhamdulillah sekarang sudah jadi Djoeragan Angkringan (sekaligus koki). 🙂