Sudah menjadi kodrat sebagai laki-laki untuk lebih mengedepankan logikanya. Perasaan hanya digunakan ketika sudah ada sesatu yang memang benar-benar diperlukan menggunakannya. Atau parahnya ketika sudah ada yang mengingatkan untuk menggunakan perasaan.
Memang topik tentang ini sudah amat basi untuk dibahas. Tapi selalu saja perbedaan ini jarang dapat dipahami baik oleh laki-laki atau perempuan ketika sudah berhadapan langsung dengan permasalahan yang sebenarnya. Pada akhirnya memunculkan masalah yang susah terselesaikan.
Nah, rupanya hal itu sekarang kayaknya sedang saya alami. Saya berusaha menggunakan seluruh kemampuan logika saya untuk menyikapi suatu permasalahan (karena memang saya pikir hanya dengan itulah sikap saya nanti dapat saya pertanggungjawabkan). Kemudian diakhiri dengan pendekatan perasaan agar lebih sejalan dengan permasalahan yang saya alami. Tapi ternyata tidak sesimpel itu ketika sesuatu sudah menyangkut hati. Ya, hati memang sangat susah didefinisikan. Apalagi saya yang mendefinisikan, bisa-bisa seumur hidup gak bakal ketemu jawabannya. Karena memang hati itu bersifat relatif dan sangat jauh dengan sistem kerja otak/logika yang selama ini selalu menjadi rujukan bagi saya untuk mengambil sikap atas segala sesuatu.
Oh, terlalu panjang ngelanturnya. Sebelum saya masuk ke permasalahan konkretnya, saya mau bertanya kepada sampeyan-sampeyan semuanya. Pernahkah anda berganti pacar/calon istri (ngembat istilahnya joe)?
Kalau pernah berarti anda sedikit banyak mungkin tahu permasalahannya bagaimana.
Ceritanya tuh saya sekarang sedang menjalin hubungan dengan seorang cewek teman saya di kampus. Dimana cewek itu adalah yang benar-benar ingin saya “seriusi” (pada saat aku sudah bisa mendapatkannya). Asal mulanya dulu saya kenal pas bersama-sama ikut di salah satu ukm di its. Saya mulai mengenalnya dan menaruh simpati padanya karena segala sesuatu yang ada pada dirinya. Singkat cerita setelah melalui pendekatan yang rumit dan menggugurkan para pesaing akhirnya saya bisa mendapatkannya. Sampai akhirnya hubungan saya berjalan sekitar setahun setengah mulai muncul permasalahan yang katanya (pada mulanya karena saya belum menganalisa secara komperehensif) amat pelik.
Kennnapa….?
Sebab utamanya…… dheng…dheng… ternyata dulu pas saya masih muda dan sampai beberapa tahun lalu saya pernah juga melakukan seperti itu. Walaupun hal itu terjadi pada masa muda saya tapi cukup mewakili tentang sikap saya tentang bagaimana seharusnya berhubungan dengan cewek (subjektif). Trus kenapa saya sekarang mengulangi lagi hal itu pada cewek yang sekarang ini? Padahal dulu saya juga berjanji dalam hati bahwa cewek inilah yang akan saya “seriusi”….!!
Apakah memang begini seharusnya lelaki? :)) Atau memang saya saja yang mewarisi gen buaya? Atau kalau salah satu temanku bilang memang aku ini bulus? Bah apa pula itu.:-?
Oke, sebenarnya saya sudah berusaha menjelaskan duduk perkara ini kepada kedua belah pihak (cewek yang dulu dan yang sekarang) dengan harapan keduanya bisa saya ajak rembugan demi solusi yang terbaik. Ternyata hal itu sampai saat ini hanya membawa masalah. Malah solusi yang saya harapkan tidak keluar sedikitpun. Mungkin karena saya hanya menggunakan logika saat itu. Tanpa melirik sedikitpun bagaimana perasaan cewek ketika dia diduakan.
Berdasarkan analisa logika bagaimanakah seharusnya menjelaskan hal ini? Kemudian kalau dengan pendekatan perasaan gimana? Mana yang lebih baik?
Semoga bisa sedikit memberi penjelasan padamu. Amin
Recent Comments